Teknologi telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia modern. Keberadaannya memungkinkan komunikasi yang lebih cepat dan efisien, menghubungkan orang-orang yang terpisah jarak ribuan kilometer hanya dalam hitungan detik. Berbagai aplikasi seperti WhatsApp, Zoom, dan media sosial lainnya menawarkan kenyamanan yang luar biasa, sehingga kita dapat berbicara, berbagi cerita, dan bertukar kabar dengan mudah. Dalam banyak hal, teknologi memang terasa membawa kita lebih dekat, terutama ketika pandemi melanda dan semua orang dipaksa untuk menjaga jarak fisik. Teknologi menjadi jembatan yang menyatukan keluarga, teman, dan rekan kerja meskipun terpisah oleh dinding dan jarak geografis.
Namun, dibalik manfaat yang ditawarkan, teknologi juga memiliki sisi gelap yang membuat kita bertanya-tanya: apakah ia benar-benar mendekatkan kita secara emosional, atau hanya menciptakan kedekatan semu? Salah satu contoh nyata adalah bagaimana media sosial sering kali menghadirkan ilusi koneksi. Kita mungkin memiliki ratusan bahkan ribuan teman virtual, tetapi interaksi tersebut sering kali hanya sebatas “like” atau komentar singkat. Ketika kita benar-benar membutuhkan dukungan emosional, apakah semua teman virtual tersebut hadir? Atau justru kita merasa lebih kesepian karena tidak ada yang benar-benar peduli?
Di sisi lain, teknologi juga mempengaruhi cara kita membangun persepsi dan memahami orang lain. Algoritma media sosial, misalnya, cenderung menciptakan filter bubble, di mana kita hanya terpapar pada konten yang sesuai dengan minat atau pandangan kita. Hal ini mengulas ruang untuk diskusi yang sehat dan membatasi kemampuan kita untuk memahami perspektif yang berbeda. Akibatnya, meskipun kita merasa lebih terhubung secara digital, sebenarnya kita semakin terlindungi dalam gelembung sosial yang sempit.
Namun, tidak adil rasanya jika kita hanya melihat sisi negatif teknologi. Dengan pemanfaatan yang tepat, teknologi dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat untuk mempererat hubungan. Video call dengan keluarga yang tinggal di luar kota, berbagi momen penting melalui foto atau video, hingga menemukan komunitas berani yang memiliki minat yang sama adalah beberapa contoh bagaimana teknologi dapat menjadi sarana untuk mendekatkan orang-orang. Bagi banyak orang, teknologi bahkan menjadi penyelamat, terutama dalam situasi di mana pertemuan langsung tidak memungkinkan.
Pada akhirnya, semua bergantung pada bagaimana kita memanfaatkan teknologi. Apakah kita memanfaatkannya untuk memperkuat hubungan, atau justru membiarkannya menguasai hidup kita? Menyeimbangkan antara interaksi digital dan hubungan langsung adalah kunci untuk memastikan bahwa teknologi benar-benar membawa manfaat. Kita harus belajar untuk lebih hadir secara nyata di tengah orang-orang yang kita sayangi, tanpa membiarkan perhatian kita terpecah oleh layar ponsel.
Teknologi adalah alat yang luar biasa jika digunakan dengan bijak. Ia bisa menjadi jembatan yang mempererat hubungan atau menjadi jurang yang memisahkan, tergantung pada bagaimana kita memanfaatkannya. Jadi, marilah kita bijak dalam menggunakan teknologi, pastikan kita membawa kita lebih dekat, bukan sebaliknya. Dengan keseimbangan yang tepat, kita dapat menikmati manfaat teknologi tanpa kehilangan kehangatan hubungan yang sejati.
Penulis: Hanifan Setiawati/ Mahasiswa PBSI Universitas Muhammadiyah Kupang