Intelektualitas.com-Panggung teater selalu menyimpan keajaiban yang mampu membawa penonton masuk ke dalam cerita. Isu pertunjukan bertajuk “ulayat terakhir” dan “maria tak ada jalan pulang”. Keajaiban itu menjadi lebih terasa berkat tangan dingin sutradara Sayyidati Hajar. Kedua karya ini menyuguhkan tema yang berbeda, namun sama-sama meninggalkan kesan mendalam bagi penonton.
Ketika diwawancarai media intelektulitas.com (18/01/2025), Siti Hajar menjelaskan bahwa inspirasi untuk “Maria Tak Ada Jalan Pulang” terlahir dari kehidupan realita sosial yang ada sampai sekarang, yakni isu kekerasan rumah tangga, isu perdagangan orang, dan Pendidikan yang tidak merata yang masih hangat di bicarakan di NTT. Hal ini masih perlu kita bicarakan dan perlu untuk menyadarkan mahasiswa terkait isu-isu tersebut.
Siti menambahkan bahwa drama “Ulayat terakhir” terlahir dari banyaknya kasus perampasan tanah yang berusaha di lakukan oleh beberpa pihak termasuk di daerah Timur Tengah Selatan dan sampai saat ini masih di perjuangkan oleh Masyarakat.”yang terlihat sampai sekarang ini hanya di TTS,namun ini berlaku untuk seluruh Indonesia,Dimana tanah ulayat ini banyak di akui sebagai tanah negara dan di patok oleh pihak kehutanan sehingga melahirkan keributan di akar rumput kepada Masyarakat sehingga perlu sekali kita, terutama mahasiswa menyadari bahwa urusan-urusan seperti hak-hak
Masyarakat perlu untuk didukung oleh kita terutama para aktivis berjuang Bersama Masyarakat untuk menolak, dan salah satu yang bisa saya lakukan adalah dengan membuat naskah drama yang menarik dan berharap bisa menyerap perhatian banyak orang tentang drama ini.” Ujarnya Siti
Menciptakan drama yang menggambarkan isu-isu social dengan akurat bukanlah hal mudah, untuk menciptakan dua drama yang sangat relevan dengan kehidupan social ini harus memiliki kesadaran dan kepekaan terhadap isu yang sedang berkembang di sekitar dan perlu mengembangkan kepekaan terhadap realita social yang ada.
Siti mengungkapkan bahwa kita perlu menyadari bahwa hidup itu tidak hanya menyangkut kesenangan dan apa yang kita miliki tetapi kita perlu melihat lebih jauh apa yang terjadi di sekitar kita,dan isu-isu ini bisa menjadi perhatian serta bisa menjadi bagian dari karya-karya kita. Penulisan kedua naskah drama ini sebagai bentuk pertanggungjawaban Sutradara kepada Masyarakat, serta mendukung visi-nya terhadap realitas social dimana melalui karya-karya ini orang bisa melihat dan menyadari apa yang sedang terjadi di Masyarakat dan juga sebagai bentuk kepedulian terhadap masslah-masalah yang ada di NTT.
Melalui kedua drama ini ibu Siti Hajar menyampaikan pesan yang kuat. Siti lebih ingin memberikan kesadaran kepada mahasiswa agar lebih peduli dengan isu-isu yang ada di Masyarakat,agar tidak hanya melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat.Kepedulian perlu di bangun oleh Masyarakat terutama mahasiswa.’saya berharap dengan realita social yang di panggungkan lewat drama,kita punya kesadaran bahwa kita punya tanggung jawab besar sebagai pemuda harapan bangsa,kita punya tanggung jawab besar untuk melakukan banyak hal untuk kemajuan daerah kita terutama mengubah nasib orang-orang yang ada di sekitar kita yang mungkin tidak memiliki kesempatan berpendidikan yang lebih baik seperti kita”.
Mengarahkan dua drama dengan tema besar dan kompleks tentu memiliki tantangan tersendiri.Ibu siti mengakui bahwa komitmen dari masing-masing aktor untuk tepat waktu,apalagi sebagai seorang actor harus lebih fokus dan lebih banyak meluangkan waktu dalam melakukan proses Latihan.Ibu Siti juga mengakui bahwa sebagai Sutradara atau seniman Perempuan yang juga masih memiliki banyak urusan,sehingga masih banyak yang keteteran dan kurang maksimal.Tetapi, semua tantangan itu bukanlah menjadi alasan untuk ibu siti berhenti berkarya dan terbukti bahwa dua drama yang di panggungkan berhasil dan sukses dipentaskan di Aula Universitas Muhammadiyah Kupang.
Keunikan lain dari kedua drama ini adalah penggunaan elemen tradisional,seperti musik dan juga pencahayaan untuk memperkuat suasana. Ibu siti mengakui bahwa sebelum melakukan pementasan Ia sudah memikirkan semua-nya dan semuan itu tidak terlepas dari kerja sama antara sutradara dan pentata Cahaya supaya bisa menyukseskan pementasan.
Jurnalis : Yartiewandi
Fotografer : Hanifa
Redaktur : Abid & Fitrisuryani