Intelektualitas.com – Ahli Hukum Pidana, Dr. Mikhael Feka, SH., MH., menanggapi secara tegas terkait kasus kematian Abraham Nofu karena penganiayaan di Desa Naitae, Kabupaten Kupang. Ia menekankan bahwa oknum polisi, Aipda Junisius Bonbalan, yang terlibat dalam insiden ini, harus bertanggung jawab secara pidana dan etik.
“Ada dua hal yang harus dimintai pertanggungjawaban. Pertama, tanggung jawab hukum pidana karena tindakannya menyebabkan kematian. Kedua, tanggung jawab secara etik karena yang bersangkutan adalah polisi, ia seharusnya menjalankan tugas dengan profesional,” tegas Ahli Pidana saat diwawancarai di depan Gedung Pengadilan Negeri Kupang, pada Kamis, 16 Januari 2025.
Menurut laporan diketahui peristiwa tersebut terjadi pada September 2024 lalu, saat korban Abraham Nofu datang ke acara syukuran penikahan perak dalam keadaan mabuk dan memicu keributan. Korban sempat memukul pelaku berinisial HS yang menegurnya, situasi memanas hingga terjadi aksi saling pukul. Aipda Junisius Bonbalan selaku apparat, meredam situasi itu dengan memborgol korban pada tiang rumah. Namun naas, karena terjadi penganiayaan lebih lanjut yang tidak terduga hingga menyebabkan korban meninggal dunia. Selain itu dinilai ada kejanggalan lain.
“Sebagai ahli saya mendorong agar proses ini segera diadakan kejelasan. Karena salah satu asas dalam hukum itu adalah asas kepastian hukum. Jadi, orang itu harus mendapatkan kepastian terhadap proses hukum yang sedang ditangani terutama keluarga korban. Jika kasus ini didiamkan atau dilambat-lambatin segala macam, ini melanggar atau tidak memberi kepastian hukum dan keadilan” jelas Ahli Pidana Mikhael Feka.
Menurut Mikhael Feka, antara pidana dan kode etik itu tidak saling meniadakan. “Dua-duanya bisa berjalan secara stimulun. Proses pidana juga bisa jalan dan proses etik ini juga bisa jalan. Sehingga kita juga minta pihak polres maupun pihak polda NTT untuk menaruh atensi terhadap kasus ini. setiap orang yang disangka melakukan tindak pidana harus menggunakan asas presumption of innocence atau asas praduga tak bersalah”
“Artinya seseorang yang belum dinyatakan bersalah itu harus dipandang orang itu tidak bersalah sambil menunggu proses hukum. Sehingga kalau misalkan kematian itu disebabkan oleh kelalaian dan ataupun kesengajaan, maka kepada anggota tersebut harus dimintai dua pertanggungjawaban; pertama pertanggungjawaban pidana, yang kedua adalah pertanggungjawaban etik karena tidak profesional menjalankan tugas,” jelas Ahli Pidana asal Universitas Widya Mandira Kupang itu.
Harapan Mikhael Feka agar kasus ini ditangani secara cepat dan tepat, dan tidak ada unsur dilambat-lambati. Karena akan menyalahi prosedur. “Jika dilambat-lambati dan keluarga korban tidak mendapat kepastian hukum, jelas menyalahi prosedur hukum” tukasnya.
Jurnalis: Indri
Fotografer: Dinda Afrianingsih
Redaktur: Abid & Angel