Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) angkatan I di Universitas Muhammadiyah Kupang (UMK) berjumlah 52 orang. Mereka berasal dari beberapa kampus/institut di pulau Jawa. Di antaranya, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Siliwangi, Institut Pendidikan Indonesia, IKIP Budi Utomo Malang, dan lain sebagainya.
Salah seorang mahasiswa yang mengikuti program tersebut mengaku kagum dengan masyarakat NTT terutama yang ada di kota Kupang. Menurutnya, masyarakat di Kota Kupang sangat toleran dan berjiwa gotong-royong.
“Masyarakat Kota Kupang memiliki beragam agama dan mayoritasnya adalah Kristen, mereka hidup rukun saling gotong-royong. Sikap toleransi dan gotong-royong yang mereka tunjukan itu sangat luar biasa, itu yang saya rasakan selama beberapa bulan di sini,” tutur mahasiswi IKIP Budi Utomo Malang tersebut.
“Bahwa selama kuliah di Kampus Universitas Muhammadiyah Kupang. Saya merasa sangat senang berkuliah disini, apalagi saya aslinya beragama kristen, sementara kampus yang saya dapatkan itu UMK. Dari nama kampus saya pikir itu kampus hanya orang Islam yang kuliah tapi nyatanya disini mahasiswa lebih banyak beragama Kristen dan Katolik. Mereka berbaur, saling membantu satu sama lain tampa membedakan suku, ras dan agama, ungkap mahasiswa yang biasa disapa Veronika pada momen acara Pelepasan dan Pentas Seni Budaya yang berlangsung di Aula Utama UMK, (13/01/2022).
Rektor UMK dalam sambutanya berpesan agar mahasiswa PMM memahami kelebihan dan kekurangan di UMK.
“Bagi kami di UMK menjadi suatu kebanggaan, 52 orang bukan hal yang ringan, kami mendapatkan para mahasiswa ternyata mahasiswa diluar sana memilih UMK sebagai tempat untuk belajar. Beginilah keberadaan kami belum banyak yang kami buat, belum banyak yang hebat tapi saya pikir Kurikulum Nasional itu sama saja. Dosen yang mengajar memiliki kualifikasi dan kompetensi yang mumpuni di bidangnya masing-masing.
“Apapun kelebihannya dan kekurangan UMK, kelebihannya di bawa dan kekurangannya disimpan dalam hati atau di simpan disini. Untuk jadi orang pintar tidak hanya tergantung pada satu misalnya fasilitas, gedung, kampus, bukan tapi bibitnya yang utama maksudnya kita pribadi penentu utama jadi jangan pernah berfikir pintar nya kita hanya ditentukan oleh dosen, oleh kurikulum, fasilitas tapi penentu sebenarnya adalah kita, ungkap pria yang doyan mengenakan baju kemeja putih itu.
Penulis : Mustamil Snae
Editor : NW